Label

Senin, 26 Maret 2018

Cara Memotret Milkyway atau Bimasakti | Belajar Fotografi

Halo teman-teman semua, di sini saya akan membagikan cara memotret/memfoto milkyway atau yang sering di sebut dengan bimasakti. Bagaimana perasaan kalian saat pertama kali melihat foto milkyway di sosmed? Takjubkah? atau mengira itu adalah foto editan? Jujur kalau saya dulu pertama kali melihat foto milkyway saya langsung mengira kalau itu adalah foto editan. Tapi sekarang setelah kenal yang namanya milkyway baru percaya kalau itu adalah foto asli.
Langsung saja di bawah ini adalah tips-tips memotret milkyway.

   Sebelum kalian memotret milkyway, ada beberapa hal yang harus diperhatikan:
  • Cari tempat yang bebas polusi cahaya, misal di pegunungan, pantai, dll.
  • Cari waktu yang tepat, yaitu saat langit cerah dan banyak bintang yang terlihat, dan ketiadaan sinar bulan, karena sinar bulan akan membuat milkyway susah untuk terlihat. Dan jangan memotret milkyway saat mendung atau langit sedang berawan karena milkyway tidak akan terlihat.
  Alat yang dibutuhkan untuk memotret milky way:
  • Kamera, sudah jelas kamera harus ada.
  • Tripod, untuk menyangga kamera agar tidak goyang-goyang.
  • Cable release shutter (jika ada), untuk menghindari goncangan saat kita menekan tombol shutter, karena goncangan sedikit saja bisa mengakibatkan foto jadi blur/tidak fokus. Bisa juga dengan timer mode jika tidak ada Cable release shutter.
  • HP yang sudah terinstall Stellarium, untuk mengetahui dimana letak milkyway berada, walau kita tahu milky way akan terlihat di arah selatan, tetapi posisi milky way selalu berubah-ubah.
Setting Kamera Untuk Memotret Milky Way:
  1. Gunakan bukaan/diafragma paling besar (angka terkecil) di kamera kalian, misal: f/3.5 untuk lensa kit/lensa bawaan. 
  2. Gunakan ISO tinggi, misal 1600 atau bisa dengan ISO lebih tinggi misal 3200 supaya lebih terang hasilnya. Bisa saja kita menggunakan ISO rendah, namun milkyway akan terlihat redup atau gelap.
  3. Gunakan shutter speed rendah, misal 30 detik. jangan melebihi 30 detik karena bintang akan menjadi garis/seperti memotret star trail.
  4. Gunakan manual focus dan set focus infinity/tak hingga, atau masih dalam posisi manual fokus, bisa dengan memutar ring fokus ke kanan sampai mentok (untuk Nikon), untuk Canon kebalikannya. Atau jika memungkinkan gunakan viewvinder untuk melihat apakah sudah fokus atau belum yaitu dengan mengarahkan langsung ke milkyway. Karena untuk memotret di tempat gelap/minim cahaya autofokus tidak akan bekerja dengan maksimal, biasanya shutter tidak akan menjepret walau kita tekan berkali-kali. Atau kalau masih bingung cara setting ke infinity focus, bisa saja dengan autofocus, caranya arahkan kamera ke obyek yang jauh, karena kita ingin memotret milkyway kalian bisa arahkan ke milkyway langsung, lalu tekan setengah dan tahan pada tombol shutter sampai lensa berhenti bergerak, lepas tombol shutter, dan ubah tombol dari autofocus ke manual focus (lensa jangan di putar-putar lagi), biasanya dengan langkah tadi sudah fokus ke tak hingga/fokus ke milkyway. Jika ternyata masih blur, coba seting ke autofokus lagi, tekan shutter setengah dan tahan lagi sampai lensa berhenti bergerak, lalu pindahkan ke manual fokus lagi. Saya pribadi memakai cara yang terakhir untuk mengatur fokusnya.
  5. Silahkan mencoba...



BACA JUGA:


Sabtu, 24 Maret 2018

Pasang Undertail di NVL

Halo teman-teman semua, apakah kalian pengguna New Vixion Lightning dan ingin memasang undertail/selancar di motor kesayangan kalian?
Ada yang perlu kalian perhatikan saat melepas spakbor belakang dan menggantinya dengan undertail.
Yang pertama, mungkin kalian akan kena tilang saat ada razia karena tidak ada spakbor belakang (plat nomor tidak terpasang pada tempat semestinya). Yang kedua, mungkin kalian tidak akan tenang saat berhenti di lampu merah yang ada polisinya, karena bisa saja polisi akan menilang kalian, tapi tergantung orangnya juga sih, tapi itu yang saya rasakan. Yang ke tiga, saat musim hujan, jok dan baju/jaket akan kotor terkena cipratan air karena tidak ada spakbor. Yang ke empat, saat ingin cek fisik di samsat lebih baik pasang kembali spakbor kalian, buat jaga-jaga daripada kejadian seperti yang saya alami. Jadi beberapa bulan yang lalu saya ke samsat, eh ke polres ding, ya saya cek fisiknya di polres bukan di samsat. Saat hendak di cek fisik/esek-esek nomor rangka dan nomor mesin, saya ditolak dengan alasan plat nomor tidak dipasang pada spakbor dan harus pasang dulu jika mau dilayani. Terpaksa saya pulang, pasang spakbor berjam-jam dan akhirnya saya datang kembali ke polres besoknya. Dan yang ke lima, NVL kalian akan terlihat lebih keren, heheee.
  Untuk membeli undertail kalian bisa datang ke bengkel variasi yang sedia undertail untuk NVL. Undertail sendiri di produksi dengan berbagai macam bentuk dan warna, kalian tinggal pilih saja yang kalian suka. Saya sarankan untuk pemasangan pertama kali kalian gunakan saja jasa pemasangan dari sana, karena pemasangan agak ribet, ribetnya ya kabel-kabelnya, kalau salah masang jadi masalah nantinya, bisa saja motor tidak mau nyala karena salah memasang sensor yang ada di bawah jok. Kalau undertail sudah terpasang, kalian tinggal ingat-ingat saja posisi kabel-kabelnya, nanti kalau mau bongkar pasang sendiri sudah tidak bingung posisinya. Oiya, harga undertail bervariasi, kalau punya saya itu sekitar 200rb sekalian pemasangan (sekitar tahun 2014 akhir kalau tidak awal 2015, lupa tepatnya) tapi mungkin sekarang lebih mahal. Tapi punya saya bahan fiber, kalau ingin yang lebih awet dan lebih bagus, cari saja yang berbahan plastik.
Di bawah ini adalah tampilan NVL yang dipasangi undertail/tanpa spakbor.

Undertail NVL Terlihat Dari Samping

Undertail NVL Terlihat Dari Belakang Agak Menyamping

Undertail NVL Terlihat Dari Belakang Agak Menyamping
Mungkin itu dulu dari saya, jika ada yang perlu ditanyakan silahkan ditanyakan lewat komentar, terimakasih dan semoga bermanfaat...

Jumat, 23 Maret 2018

Pengalaman Memotret Milkyway Di Gunung Merbabu

Selamat malam guys, kali ini saya akan menceritakan pengalaman kedua saya memotret milkyway atau sering disebut juga bimasakti setelah beberapa minggu yang lalu saya menceritakan Pengalaman Pertama Kali Memotret Milkyway. Kali ini saya memotret milkyway di Gunung Merbabu.

   Untuk cara memotret milky way, silahkan baca  Cara Memotret Milkyway.

  Singkat cerita, tanggal 17 Maret 2018 kemarin saya naik ke Gunung Merbabu bersama 2 teman saya sekaligus tetangga saya, sebut saja Endo dan Om Jay. Kami berangkat pagi, sampai basecamp Suwanting sekitar jam 11 siang. Setelah beristirahat sebentar tiba-tiba hujan datang, semangatku pun agak memudar, pikirku "yah, nggak bisa foto milkyway nih ntar malem". Tapi ya mau gimana lagi tujuan awal bukan untuk memotret milkyway tapi memang untuk mendaki. Selang 1 jam hujan mulai reda (sekitar pukul 12:30 wib) dan kami mulai mendaki. Setelah berjalan nanjak sekitar 2 jam hujan mulai turun lagi, kami bergegas memakai jas hujan lalu melanjutkan pendakian. Sampai malam tiba hujan masih menemani kami, sampai pada akhirnya kami melewati jalur yang ada tali-tali (tali untuk bantuan untuk naik). Mulai dari situ jalur sangat licin yang membuat kami sering terpeleset. Tak sedikit pula pendaki lalin yang jatuh bangun. Sekitar 1 jam kami melewati jalur yang sangat licin itu, kami bertemu beberapa pendaki yang berjalan turun. Kami bertanya pada beberapa diantaranya, untuk sampai pos 3 harus berjalan berapa jam  lagi, ada yang menjawab 5 jam, ada lagi yang menjawab 7 jam karena jalur susah dilewati (tanah licin dan mudah hancur saat dipijak) dan semakin naik ke atas semakin susah dilewati. Edyan pikirku, seingat saya nggak jauh-jauh amat dari tali-tali sampai pos 3, paling 2 jam sampai, tapi setelah saya pikir-pikir lagi memang ada benarnya juga mengingat jalur sat ini sangat-sangat licin dengan yang dulu tidak terlalu licin, bisa juga kali ini memakan waktu lebih lama. Spontan saya tidak ada niat untuk melanjutkan pendakian. Tak sedikit pula pendaki lain yang langsung turun setelah mendengar percakapan tadi, ada juga yang turun sambil mencari tempat agak luas untuk mendirikan tenda. Kami pun berunding dan akhirnya kami putar balik arah turun. Hujan mulai reda, saya lihat waktu sudah pukul 22:00 saat itu, tetapi kami sepakat untuk langsung menuju basecamp dan beristirahat disana. Berjam-jam kami berjalan turun, tetapi tak kunjung sampai bawah juga. Hingga pukul 03:00 dini hari, langit yang tadinya mendung perlahan-lahan berubah menjadi indah gemerlap bintang, hati saya pun mulai senang. Di sela-sela perjalanan turun, saya menyempatkan untuk memotret Gunung Merapi yang terlihat di sebrang sana. Saat itu saya belum sadar jika milkyway terlihat jelas, yang saya lihat hanya awan dan bintang. Dan pada akhirnya saya membuka aplikasi Stellarium di Smartphone saya, setelah saya tahu lokasi milkyway dan hati saya berkata "ohhhh jadi ini milkyway bukan awan yaaaaa?". Saya kira itu adalah awan tipis, tapi setelah saya lihat-lihat lagi ternyata bentuknya memang seperti milkyway yang sering saya lihat di foto-foto. Memang sih, milkyway kalau dilihat dengan mata kita, hanya seperti kabut/awan tipis, tapi setelah di foto efeknya nyala juga. Saya mulai memotret milkyway itu, sempat bingung juga karena saat itu kami berada pada tempat yang kurang terbuka. Sementara saya memotret, teman-teman saya pada isttirahat, ada juga yang sempat tertidur karena terlalu mengantuk. Belum puas saya foto-foto, teman saya mengajak untuk melanjutkan turun. Oke lah pikirku, bisa sambil mencari tempat yang lebih terbuka. Semakin turun malah susah untuk mendapatkan tempat terbuka, sedangkan saat itu sudah hampir subuh. Selang beberapa menit akhirnya saya menemukan tempat yang agak terbuka dan saya menyilahkan teman-teman saya untuk jalan duluan (karena salah satu dari mereka jalannya lambat, jadi nanti saya masih bisa menyusul mereka dengan mudah). Ku keluarkan lagi kamera dan tripod dari tas, dan saya mulai memotret lagi. Dan inilah hasil jereptannya.
Milky Way f/3.5, ISO 3200, 30 detik
Milky Way Di Gunung Merbabu view Gunung Merapi  f/3.5, ISO 3200, 30 detik
Setelah puas memotret, saya bergegas menyusul teman-teman. Kami sampai basecamp sudah pagi sekitar pukul 07:00, kami mandi terus sarapan, dan lanjut tidur sebentar di basecamp.
   Mungkin itu dulu cerita dari saya, sampai jumpa kembali di lain waktu :)



Baca juga: Cara memotret milkyway atau bimasakti

Senin, 12 Maret 2018

HP Sering Restart Sendiri

Halo teman-teman, gimana sehat kan? hehee syukur deh kalau kalian sehat semua...
Kali ini saya akan berbagi pengalaman tentang HP saya yang tiba-tiba restart sendiri. Tau kan rasanya HP tiba-tiba restart terus-terusan, bikin sebel guys, hehe.
Jadi gini, kemarin waktu saya mau mengcopy file dari flashdisk lewat kabel OTG tiba-tiba HP mati sendiri dan restart terus menerus. Pas sudah masuk home screen sebentar restart lagi. Sempat bingung juga, kenapa HP saya restart sendiri. Saya kira HP error gara-gara HP saya dicolokin pakai kabel OTG. Masih dalam kondisi bingung, saya coba charge/cas hp saya, eh ternyata sudah tidak restart lagi. Masih belum yakin, saya coba cabut dari charger, dan HP tiba-tiba restart lagi. Oiya pas sudah sampai home screen layar kedip-kedip juga, yang akhirnya restart lagi dan lagi. Akhirnya saya simpulkan bahwa yang bermasalah adalah baterainya karena waktu di charger HP normal. Lalu saya coba lihat baterainya dan benar saja, baterai sudah melembung/tidak rata. Dan akhirnya saya keluar mencari baterai di counter. Saya dapatkan baterai untuk Xiaomi Redmi 2 Prime dengan harga Rp.95.000,-. Memang sih baterainya bisa dibilang sudah berumur karena sudah sekitar 2 tahun, wajar kalau baterai sudah minta ganti. Sebenarnya kasus seperti ini sudah saya alami waktu saya masih memakai Blackberry, restart berulang kali dan saya ganti baterai akhirnya normal lagi.
 Oiya, HP sering restart sendiri belum tentu minta ganti baterai, bisa saja ada hardware yang rusak atau yang lainnya. Mungkin itu saja dari saya, semoga bermanfaat....

Sabtu, 03 Maret 2018

Pengalaman Pertama Kali Memotret Milky Way

  Halo teman-teman, kali ini saya akan menceritakan pengalaman saya waktu pertama kalinya memotret milky way.
  Singkat cerita, sekitar pertengahan Desember 2017 teman saya (sebut saja Endo) sudah ngebet banget pengen main ke Dieng karena sebelumnya sudah mengagendakan ke Dieng tapi selalu di cancel dan di cancel. Saya bilang ke dia kalau besok malam minggu cerah kita berangkat (saat musim hujan). Beberapa hari berlalu dan tiba hari sabtu tanggal 23 Desember 2017, dari pagi hingga sore cuaca cerah. Beberapa hari sebelumnya bisa dibilang cuaca sangat buruk. Bagaimana tidak buruk, setiap hari hujan tiada henti, sampai-sampai di beberapa daerah banjir, termasuk di Yogyakarta terutama di Kabupaten Gunung kidul. kala itu di awal desember sampai pertengahan bulan desember cuaca buruk siklon tropis dahlia dan siklon tropis cempaka sedang melanda. Beruntungnya si Endo, hari sabtu itu cuaca cerah, kami pun janjian berangkat malam setelah isya. Tak lupa saya kontek si boy untuk ikut pergi ke Dieng dan dia bersedia ikut. Malam pun tiba, kami berangkat ber empat yaitu Saya, Boy, Endo dan Kakaknya Endo (sebut saja Anton). Kami berangkat dari Bantul (Yogyakarta) sekitar pukul 19:30 berboncengan. Di tengah perjalanan, saya mengajak berhenti dan berunding karena tujuan belum pasti antara Puncak Sikunir atau Gunung Prau. Setelah berdiskusi, kami pun sepakat untuk naik Gunung Prau saja karena mengingat puncak sikunir terlalu sempit dan terlalu ramai pengunjung, ya walaupun gunung prau juga ramai tapi setidaknya puncaknya sangat luas, dan kami lanjutkan perjalanan. Setelah sampai Purworejo kami berhenti di Supermarket membeli makanan dan minuman untuk bekal naik Gunung Prau. Setelah selesai belanja, kami lanjutkan perjalanan. Sepanjang perjalanan saya sangat bersemangat, mungkin juga saya yang paling semangat diantara teman-teman saya. Bagaimana tidak, di sepanjang perjalanan kami disuguhi pemandangan bintang-bintang yang berkelip-kelip, seakan Tuhan tahu kalau saya sangat ingin memotret bintang. dalam perjalanan saya sering melirik ke atas untuk melihat bintang-bintang. Sekitar 3-4 jam perjalanan kami sampai juga di  basecamp Gung Prau via Patak Banteng. Kami beristirahat sebentar di basecamp, lalu mulai naik Gunung Prau sekitar jam 1 malam. Eits, sebelum naik kami registrasi dulu di tempat pendaftaran. Tak lupa kami berdoa supaya selamat tanpa halangan apapun, dan kami mulai naik menyusuri jalur yang menanjak. Sebenarnya ini pertama kalinya si Endo dan kakaknya naik Gunung, tapi saya yakin mereka kuat sampai puncak. Beberapa menit perjalanan kami berhenti sejenak untuk istirahat (maklum naik gunung itu perjalanan yang berat karena harus berjalanan melewati jalanan yang menanjak). Saya melihat ke arah atas untuk melihat bintang-bintang dan mencoba mencari di manakah milkyway berada, di sekitar arah selatan saya melihat sekumpulan bintang-bintang yang sangat banyak di banding arah lainnya. Bukan hanya bintang, tapi saya juga melihat seperti kabut diantara bintang-bintang itu. Lalu saya bertanya sama si boy, "ehh itu milkyway ya?" dan dia jawab "kayaknya iya dehh". Kami melanjutjan perjalanan lagi, saat naik baru setengah jam semangat saya yang tadinya berkobar-kobar sempat down, kenapa? karena saya lihat dari arah selatan ada sekumpulan awan yang banyak dan luas yang berjalan dan sedikit demi sedikit menutupi bintang-bintang itu, tapi tetap saya lajnutkan naiknya, hehehe.
   Sekitar 2-3 jam kami berjalan, akhirnya sampai puncak juga. Cukup dingin di puncak karena jam menunjukkan sekitar pukul 03:30 (sedang dingin-dinginnya cuaca di gunung). Kami tidak membawa tenda dan perbekalan yang mumpuni, karena memang niat dari rumah hanya ke Dieng. Kami hanya duduk-duduk menahan dingin dan kantuk sambil makan cemilan untuk menyambut pagi hari. Sementara yang lain makan cemilan, saya keluarkan kamera saya nikon D3100 beserta lensa kit nikkor 18-55mm (lensa bawaan) dan juga tripod. Jujur saya bisa dibilang sangat pemula dalam fotografi, dan baru beberapa bulan punya kamera DSLR ini, ya, ini termasuk kamera kelas pemula juga, hehee. Sebelum punya kamera ini, saya belum bisa mengoperasikan DSLR sama sekali. Tapi sekarang ini sedikit-sedikit bisa, sambil belajar juga. Setelah menyeting kamera, kamera saya pasang di tripod dan mulai memotret. Untuk cara memotret milkyway, silahkan baca Cara Memotret Milkyway atau Bimasakti.
  Dan inilah hasil foto pertama kalinya saya memotret milkyway/bimasakti yang saya ambil di Gunung Prau.
Milky Way di Gunung Prau f/3.5, ISO 3200, 30detik
Gunung Prau f/3.5, ISO 3200, 30detik

 Itulah foto pertama kali saya memotret milkyway. 
Oh iya, setelah saya lihat-lihat lagi, ternyata milkyway yang saya foto hanya sebagian kecil dari milkyway, karena memang dengan lensa  bawaan ini (nikkor 18-55mm) angle foto yang dihasilkan kurang lebar. Berbeda jika kita menggunakan lensa wideangle, kita akan mendapatkan foto yang lebih lebar/luas, tentu milkyway yang terfoto akan lebih panjang. Sengaja saya foto gaya portrait supaya pemandangan alamnya ikut terfoto.
  Satu lagi, foto tersebut terlalu banyak polusi cahaya (dari lampu-lampu kota dan lampu para pendaki). Tapi untungnya milkyway masih terlihat jelas walau banyak polusi cahaya, dengan mata telanjang pun sudah terlihat jelas. Mungkin karena tidak berkabut/atmosfer lumayan bersih.
  Cukup segitu dulu dari saya, nanti lain waktu dilanjut di artikel berikutnya....


BACA JUGA:
Pengalaman Memotret Milkyway di Gunung Merbabu

Cara memotret milkyway atau bimasakti